Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia
Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional jakarta menggunakan namanya sebagai penghormatan jasanya sebagai salah seorang proklamator kemerdekaan Indonesia.
Latar belakang dan pendidikan
Hatta lahir dari keluarga ulama Minangkabau, Sumatera Barat. Ia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukit Tinggi dan pada tahun 1913-1916 melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang. Saat usia 13 tahun, sebenarnya ia telah lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia. namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya Bung Hatta melanjutkan studi ke MULO di Padang. baru pada tahun 1919 ia pergi ke Batavia untuk studi di Sekolah Tinggi Dagang "Prins Hendrik School". Ia menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik dan pada tahun 1921, Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland Handelshogeschool. Di belanda ia kemudian tinggal 11 tahun.
Pada tanggal 27 November 1956, Bung Hatta memperoleh gelar kehormatan akademisnya yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu Hukum dari Universitas Gadjah mada di Yogyakarta. Pidato pengukuhannya berjudul "Lampau dan Datang".
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karier sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Kesadaran polotik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. Di Batavia, ia juga aktif di Jong Sumatranen Bond Pusat sebagai bendahara. Ketika di Belanda ia bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereenigning). Saat itu, telah berkembang iklim pergerakan di Indische Vereegning. Sebelumnya, Indische Vereenigning yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atsmofer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereenigning semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partji (Suwardi Suryaningrat, Ernest Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai orang buangan akibat tulisan-tulisan tajam anti-pemerintah mereka di media massa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar